Abstract
Ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan oleh para mufassir, baik klasik maupun modern terus mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan Al-Qur’an yang ṣho>liḥ li kulli zama>n wa makan. Tak heran jika metode-metode penafsiran Al-Qur’an sangat beragam guna peningkatan intensitas penelitian akademik untuk mendapatkan variasi makna Al-Qur’an secara integratif. Penelitian ini berfokus pada makna Jihad dalam surah al-Ankabu>t/29: 69. Studi ini membahas penafsiran dua tokoh hermenutika, Sahiron Syamsuddin dan Nasr Hamid Abu Zayd. Pertanyaan yang akan dikaji: bagaimana pemikiran kedua tokoh tersebut dalam menafsirkan ayat-ayat jihad dan bagaimana analisis penafsiran ayat-ayat jihad kedua tokoh tersebut? Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, sedangkan sifat penelitian ini berupa deksriptif-analisis. Metode yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah gabungan antara deduktif-induktif-komparatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kedua tokoh membantah adanya penafsiran tekstual mengenai ayat jihad yang hanya ditafsirkan dengan konteks peperangan. Menurut Syamsuddin, makna jihad Surah al-Ankabu>t/29: 69 bisa dilihat dengan tiga tahapan: pertama, jihad melawan hawa nafsu diri sendiri untuk meraih jalan ketaatan kepada Allah. Kedua, jihad kepada orang-orang terdekat kita. Ketiga, jihad kepada pemerintahan, negara, dan tanah air. Sedangkan Zayd melalui hermeneutikanya (tafsir al-siya>qi) menjelaskan bahwa makna jihad Surah al-Ankabu>t/29: 69 membebaskan negara dari segala permasalahannya.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.